Bahas Starlink, KPPU menjadi Narasumber dalam Diskusi Selular
Jakarta (12/6) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum pada posisi untuk beropini apakah terdapat pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh Starlink. Hal tersebut disampaikan Anggota KPPU Gopprera Panggabean dalam Diskusi Selular “Mengukur Dampak Kehadiran Starlink terhadap Industri Telekomunikasi dan Daya Beli Masyarakat” yang digagas oleh Selular Media Network (SMN) pada hari ini Rabu, 12 Juni 2024 di Jakarta. Gopprera hadir sebagai narasumber bersama dengan Ketua Tim Perizinan Telekomunikasi DJPPI Kominfo RI Falatehan, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) Jerry Mangasas Swandy, Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky. Diskusi dipandu oleh CEO & Editor in Chief Selular Uday Rayana.
Masuknya Starlink dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia memberikan dampak terhadap industri telekomunikasi Indonesia. Ada anggapan bahwa Starlink mendapatkan “karpet merah” dalam izin beroperasinya di Indonesia. Kominfo dalam hal perizinan pada Starlink, tidak memberikan perlakuan khusus. Dijelaskan Falatehan, perizinan Starlink di Indonesia diajukan pada tahun 2021 dan baru pada April 2024, perizinan diberikan kepada Starlink. Pemerintah juga mendorong agar Starlink membuka produksi perangkatnya di Indonesia.
Anggota KPPU Gopprera Panggabean dalam pemaparannya menjelaskan bahwa sesuai dengan kewenangan KPPU untuk mengawasi hubungan antar pelaku usaha, melihat bahwa dengan masuknya Starlink pada pasar di Indonesia dapat mendorong inovasi. “Manfaat ekonomi dari inovasi dapat melampaui peningkatan produktivitas dan efisiensi”, jelas Gopprera. Adapun isu predatory pricing yang dikhawatirkan, sulit dibuktikan di awal. Predatory pricing dilakukan dengan niat untuk menyingkirkan persaingan. KPPU masih menganalisa apakah harga yang turun merupakan predatory pricing atau promosi pengguna baru.
Adanya kendala yang dihadapi pelaku usaha jaringan telekomunikasi menjadikan penyediaan jaringan fiber optik tidak dapat disambungkan secara luas. Untuk itu, APJATEL selaku asosiasi pelaku usaha jaringan telekomunikasi, melihat masuknya Starlink ini sebagai komplimenter dari produk jasa internet yang sudah ada. Namun, dijelaskan oleh Jerry Mangasas Swandy Ketua APJATEL bahwa pihaknya memberikan beberapa catatan berkaitan dengan hal ini. Teknologi yang dibawa oleh Starlink merupakan teknologi baru, sebaiknya bisa dikaji lebih dalam. Selain itu, isu ketahanan data nasional pun harus menjadi perhatian pemerintah.
Hal senada berkaitan dengan predatory pricing disampaikan ekonom UI Teuku Riefky. Predatory pricing sulit dibuktikan dan memerlukan penelitian dengan jangka waktu yang lama untuk membuktikannya. Menurutnya, isu ketahanan data menjadi isu yang perlu kita perhatikan. Perlindungan data tidak hanya ditujukan kepada pelaku usaha asing, tapi juga pelaku usaha lokal. Masuknya Starlink dapat menjadi momentum dalam memunculkan perhatian masyarakat mengenai perlindungan data.