KPPU dan Pemkab Batu Bara Gelar Sosialiasi Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Batu Bara (20/8) – Dalam rangka wujudkan iklim usaha yang kondusif, KPPU bersama Pemerintah Kabupaten Batu Bara Gelar Sosialisasi Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kegiatan yang diinisiasi oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Batu Bara ini mengundang Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas, Kabid Penegakan Hukum Kanwil I KPPU, Hardianto, dan Kabid Kajian Advokasi Kanwil I KPPU, Shobi Kurnia sebagai narasumber serta dihadiri oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), UKPBJ, dan PPK di Lingkungan Pemkab Batu Bara.
Dalam sambutannya, Bupati Batu Bara yang diwakili oleh Asisten Administrasi Umum Sekdakab Batu Bara, Rusian Heri S.Sos, M.AP menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Batu Bara bersumber dari potensi daerah yang cukup menonjol di sektor perindustrian, pertanian, perikanan dan perkebunan khususnya di sektor industri yang berpotensial tinggi untuk berkembang menjadi sebuah Kawasan daerah industri, hal ini dikarenakan salah satu desa di Kabupaten Batu Bara yaitu Kuala Tanjung, telah ditetapkan menjadi Daerah Ekonomi Khusus. Ini merupakan pengembangan wilayah industri dari KIM (Kawasan Industri Medan).
Besarnya potensi tersebut menuntut pemerintah daerah harus menciptakan iklim persaingan yang sehat untuk mendukung perkembangan ekonomi di Kabupaten Batu Bara. “Mari kita manfaatkan momen ini untuk lebih banyak belajar lagi dan memahami tentang persaingan usaha yang sehat, tugas dan fungsi KPPU serta bagaimana mensinergikan nilai-nilai persaingan usaha di lingkungan pemerintah Kabupaten Batu Bara,” ujar Rusian.
Materi diawali dengan penjelasan dari Ridho Pamungkas dengan menyampaikan empat tugas utama KPPU, yaitu (1) penegakan hukum persaingan usaha, (2) pemberian saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah (baik pusat maupun daerah), (3) pengawasan merger dan akuisisi dan (4) pengawasan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha UMKM.
Dalam pemaparannya juga disampaikan sanksi yang dapat diberikan bagi pelanggar UU No. 5 Tahun 1999 yang saat ini diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja yang merubah besaran denda di dalam UU No. 5 Tahun 1999 yaitu dengan pengenaan denda minimal 1 Milyar, maksimal 50% dari keuntungan bersih selama kurun pelanggaran atau 10% dari penjualan selama kurun pelanggaran.
“Mempertimbangkan efek negatif dari pelanggaran hukum persaingan usaha, maka sudah seharusnya KPPU bekerja sama dengan stakeholder lainnya termasuk bersama Pemkab Batu Bara untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran hukum persaingan usaha di wilayah Kabupaten Batu Bara,” tegas Ridho.
Selanjutnya, Shobi Kurnia memaparkan tentang pengawasan pelaksanaan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan pelaku UMKM berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Dalam penjelasannya, Shobi menegaskan bahwa kegiatan kemitraan usaha terlaksana dikarenakan adanya beberapa prinsip yang sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM diantaranya: prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan saling menguntungkan. Dibalik adanya prinsip yang telah dijelaskan di atas, maka pelaku usaha besar dilarang untuk memiliki dan/atau menguasai pelaku usaha yang bermitra dengannya sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2008.
Dari sisi kebijakan pun KPPU siap untuk melakukan pendampingan bagi kepala dinas terkait, dalam penyusunan kebijakan dengan menggunakan AKPU yang juga sudah disinergikan dengan Kemendagri,” ujarnya.
Shobi pun mengaku jika melihat besarnya potensi UMKM di Kabupaten Batu Bara, KPPU berharap pola kemitraan berjalan secara sehat sehingga dapat turut meningkatkan kontribusi UMKM pada perekonomian Indonesia. Untuk itu, KPPU mengharapkan dapat berperan sebagai fasilitator dalam mensinergikan UMKM dengan pelaku usaha besar di Kabupaten Batu Bara. “Ke depannya KPPU dan Kabupaten Toba dapat berkolaborasi melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dengan berbagai kegiatan sosialisasi kemitraan baik di sektor retail, pertanian, peternakan, dan sebagainya,” tegasnya.
Lebih lanjut Hardianto menghimbau kepada UKPBJ untuk memahami unsur praktek-praktek persekongkolan yang tertuang dalam pasal 22 UU No. 5/ 1999. Substansi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 khususnya pasal 22 merupakan hal penting yang harus dipahami oleh Pokja dalam melakukan pelelangan. “Sekitar 75% dari laporan yang kami terima adalah terkait tender. Pada banyak kasus, Pokja dianggap lalai dalam melakukan evaluasi.”
Mengakhiri paparannya, Hardianto mengajak Pokja untuk lebih mencermati berbagai indikasi dalam persekongkolan tender, karena ketika terjadi kegagalan tender, mau tidak mau Pokja akan ikut terseret. Disamping itu, KPPU berharap adanya koordinasi yang lebih intens dengan para stakeholder seperti bagian pengadaan barang dan jasa, guna meminimalisir terjadinya persekongkolan tender.
Para peserta disarankan untuk lebih berhati-hati ketika berdiskusi/ berkomitmen/ membuat perjanjian/ melakukan kegiatan yang dapat melanggar hukum persaingan usaha, kaji kembali regulasi pengadaan barang/jasa di lingkungan kerja masing-masing agar sejalan dengan persaingan usaha.
Mengakhiri kegiatan, Ridho mengapresiasi adanya kerja sama dari Pemkab Batu Bara untuk dapat melaksanakan kegiatan sosialisasi bersama KPPU. Inisiatif ini menunjukkan adanya kesadaran (awareness) dari Pemkab Batu Bara terhadap pentingnya prinsip dan ketentuan dalam hukum persaingan usaha sebagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam merumuskan suatu kebijakan agar tidak bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999.