KPPU Kembali Hadirkan Berbagai Pihak dalam Kajian Hadirnya Starlink pada Industri Jasa Penyedia Layanan Internet di Indonesia
Jakarta (7/8) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali melakukan diskusi terpumpun (focused group discussion/FGD) terkait kehadiran Starlink pada tanggal 6 Agustus 2024 di Kantor Pusat KPPU Jakarta. Kali ini, KPPU menghadirkan Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasas Swandy, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk didengarkan masukannya terhadap kajian yang berlangsung di KPPU. Dalam FGD diperoleh informasi bahwa Starlink telah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk berbisnis di Indonesia, serta pentingnya Starlink untuk memberdayakan tenaga kerja dan industri dalam negeri.
Dalam FGD yang dipimpin oleh Anggota KPPU Hilman Pujana, dan oleh dihadiri oleh jajaran Anggota KPPU seperti Eugenia Mardhanugraha, Budi Joyo Santoso, dan Mohammad Reza tersebut, para narasumber memberikan pandangannya terkait beroperasinya Starlink di Indonesia:
- Kehadiran Starlink di Indonesia harus diikuti dengan pemenuhan kewajiban dan hak yang sama dengan penyelenggara lainnya. Jadi Starlink perlu memperhatikan bagaimana kontribusi terhadap sumber pemasukan bagi Indonesia, mengingat saat ini perangkat yang digunakan dalam instalasi Starlink sepenuhnya diproduksi oleh asing. Sehingga dirasa perlu untuk peningkatan pemberdayaan manufaktur dalam negeri yang dalam hal ini penerapan aturan minimum Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bagi Starlink. Tidak hanya dari segi perangkatnya saja, kehadiran Starlink juga perlu memperhatikan keterlibatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja Indonesia.
- Pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informasi, menyebut Starlink telah memenuhi berbagai kewajiban untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia sesuai dengan regulasi yang berlaku. Kewajiban yang telah dipenuhi meliputi Hak Labuh Satelit dan Izin Stasiun Radio (ISR) Angkasa dengan masa laku 1 tahun, dengan 6 jenis perangkat Starlink telah bersertifikasi termasuk perangkat antena gateway, router dan antena user terminal. Selain itu, Starlink sudah memiliki Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) untuk Penyelenggaraan Jaringan Tertutup Melalui Media VSAT dan Penyelenggaraan Jasa Multimedia Layanan Akses Internet (ISP) serta Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup Media VSAT dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Penyelenggaraan Jasa Multimedia Layanan Akses Internet.
- Pemerintah juga perlu mengutamakan perlindungan konsumen yang menggunakan Starlink. Perlu mendapatkan perhatian bahwa saat ini Starlink hanya memiliki satu pusat perbaikan (service center) untuk menampung keluhan konsumen baik terkait layanan maupun kerusakan perangkat. Hal ini perlu dinilai apakah cukup mengingat harga perangkat yang cukup mahal dan biaya berlangganan yang cukup tinggi.
- KPPU juga perlu menjaga agar tidak terjadi jual rugi (predatory pricing) pada industri, karena dengan memperhatikan preferensi masyarakat akan harga murah, pelaku usaha yang menawarkan harga yang predatory akan menyingkirkan pesaingnya. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya monopoli pada pasar dan merugikan konsumen karena terbatasnya pilihan produk dan atau jasa.
Memperhatikan berbagai temuan di atas, KPPU akan terus mengkaji kehadiran Starlink dari berbagai perspektif guna menjaga kepentingan umum, efisiensi bisnis, dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan KPPU dan Undang-Undang persaingan usaha.
“Kemajuan teknologi tidak bisa kita tahan, hanya bagaimana kita menyikapi bersama kehadiran teknologi baru. Kami (KPPU) pada intinya sangat concern dengan kehadiran Starlink, dan harapannya dapat menjaga kondusifitas ekosistem telekomunikasi di Indonesia,” jelas Anggota KPPU Hilman Pujana.