KPPU Buktikan Persekongkolan Tender di Pelabuhan Nusa Penida, Jatuhkan Denda Rp1,5 Miliar ke PT Sumber Bangun Sentosa
Surabaya (30/9) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) putuskan 5 (lima) Terlapor terbukti melakukan persekongkolan dalam pengadaan pekerjaan konstruksi lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Laut Nusa Penida yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan RI pada Tahun Anggaran 2022. Atas pelanggaran tersebut, pemenang tender, PT. Sumber Bangun Sentosa (Terlapor I) dijatuhkan sanksi denda sebesar Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Selain itu, KPPU juga menjatuhkan sanksi berupa larangan mengikuti tender pada bidang jasa konstruksi yang sumber pembiayaannya dari APBN dan APBD selama 1 (satu) tahun di seluruh wilayah Indonesia kepada Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV. Putusan Perkara No. 18/KPPUL/2023 terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Pekerjaan Konstruksi pada Satuan Kerja Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Nusa Penida Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2022 tersebut, dibacakan sore ini tanggal 30 September 2024 di Ruang Sidang Kantor Wilayah IV Surabaya oleh Majelis Komisi yang diketuai oleh Moh. Noor Rofieq serta M. Fanshurullah Asa dan Rhido Jusmadi sebagai Anggota Majelis Komisi.
Untuk lengkapnya, perkara berawal dari laporan masyarakat atas adanya indikasi persekongkolan pada pekerjaan Lanjutan Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut Nusa Penida dengan kode tender 85225114 di Satuan Kerja Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali, dengan nilai pagu paket tender sebesar Rp58.242.601.000 (lima puluh delapan miliar dua ratus empat puluh dua juta enam ratus satu ribu rupiah). Terdapat 6 (enam) Terlapor dalam perkara tersebut, yakni PT Sumber Bangun Sentosa (Terlapor I), PT Pacific Multindo Permai (Terlapor II), PT Pilar Atmoko Konstruksi (Terlapor III), PT Tri Karya Utama Cendana (Terlapor IV), Kelompok Kerja pada Biro Layanan Pengadaan dan Pengelolaan BMN Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida (Terlapor V), serta Pejabat PPK pada Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida (Terlapor VI).
Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran yang disusun Investigator KPPU, diduga persekongkolan dilakukan dalam bentuk pembuatan persyaratan tambahan oleh Terlapor VI yang membatasi peserta tender untuk dapat mengikuti tender. Atas dugaan tersebut, Majelis Komisi berpendapat bahwa tindakan Terlapor VI yang menambahkan persyaratan pengalaman lebih dari 20 (dua puluh) tahun tanpa melakukan review dan survei pasar tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 12/2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan aturan turunannya. Rangkaian proses perencanaan pengadaan membuktikan adanya tindakan Terlapor VI memfasilitasi PT Karya Prima Anugerah Mandiri untuk memberikan surat dukungan kepada Terlapor I hingga ditetapkan sebagai pemenang tender.
Majelis Komisi menemukan adanya berbagai kesamaan dalam dokumen penawaran, antara lain kesamaan IP Address yang digunakan beberapa Terlapor, kesamaan format dan redaksional surat permohonan berikut surat dukungan peralatan utama dan jaminan penawaran, kesamaan surat dukungan peralatan utama, serta kesamaan uraian dan kesalahan penulisan pada dokumen RKK milik Terlapor. Ini dikuatkan dengan adanya hubungan dan/atau keterkaitan di antara para Terlapor serta membuktikan adanya kerja sama di antara para Terlapor dalam keikutsertaannya pada tender a quo. Selain itu, Majelis Komisi berpendapat adanya serangkaian tindakan Terlapor V dan VI yang dengan sengaja dilakukan dalam memfasilitasi Terlapor I menjadi pemenang tender a quo melalui penambahan persyaratan pengalaman 20 (dua puluh) tahun dalam rangka menghambat pelaku usaha lain untuk dapat memenuhi persyaratan teknis tersebut.
Berdasarkan fakta – fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan, Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Majelis Komisi juga memutuskan Terlapor I untuk membayar denda sebesar Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha. Majelis Komisi juga melarang Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV mengikuti tender pada bidang jasa konstruksi yang sumber pembiayaannya dari APBN dan APBD selama 1 (satu) tahun di seluruh wilayah Indonesia menggunakan cabang dan/atau Kuasa Direksi yang dibentuk kurang dari 1 (satu) tahun sebelum tender diumumkan sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV diperintahkan untuk melaksanakan putusan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Terlapor menerima pemberitahuan putusan apabila Terlapor menerima putusan KPPU, dan memerintahkan Terlapor I menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan Putusan ini, jika mengajukan upaya hukum keberatan.
Selain pengenaan sanksi administratif di atas, Majelis Komisi turut memberikan beberapa rekomendasi ke berbagai pihak, antara lain:
- KPPU untuk melakukan penyelidikan terkait persekongkolan pada tahap perencanaan tender a quo yang dilakukan oleh Saudara Budi Susianto Prasetyo c.q. Direktur Utama PT Karya Prima Anugerah Mandiri, PT Hasfarm Dian Konsultan, dan Saudari Loly Azyenela selaku PPK Kegiatan Studi Detail Engineering dan Design (DED) Fasilitas Pelabuhan Laut Nusa Penida Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019.
- Kepala LKPP sesuai tugas dan wewenangnya yaitu melaksanakan pengembangan, perumusan, dan penetapan kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah untuk melakukan penyempurnaan regulasi khususnya:
a. Ketentuan mengenai waktu dan tata cara evaluasi dokumen penawaran dalam melihat indikasi persekongkolan pada Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah.
b. Ketentuan mengenai Surat Dukungan di dalam Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang bersifat mengikat mulai dari pemasukan dokumen penawaran sampai dengan pelaksanaan pekerjaan agar tidak terdapat ruang bagi pemenang tender hanya sebatas pemenuhan dokumen administrasi melainkan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan pekerjaan.
c. Ketentuan yang mengatur larangan adanya Kuasa Direksi dan/atau Pendirian Cabang dalam mengikuti Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang dibuat kurang dari 1 (satu) tahun sebelum pengumuman tender. - Pejabat Pembina Kepegawaian/Pejabat yang berwenang di lingkungan Kementerian Perhubungan dimana personil Terlapor V dan Terlapor VI bekerja untuk memberikan sanksi hukuman disiplin sesuai peraturan yang berlaku terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap.